Judul : Pengembangan kapasitas kepengawasan pendidikan di wilayah Yogyakarta
Pengarang : Suharsini Arikunto, Slamet Suyanto, Setya Raharja
Tahun : Desember 2006
Tema : Psikologi Perkembangan Anak
A. Latar Belakang
Sesuai dengan PP No. 25 Tahun 2000, kewenangan bidang pendidikan terbagi atas (1) kewenangan pemerintah pusat, (2) kewenangan propinsi, dan (3) kewenangan kabupaten/kota.Dilihat dari tingkat
kewenangannya, kewenangan kabupaten/kota jauh lebih besar daripada kewenangan propinsi dan kewenangan pemerintah pusat. Adanya tiga macam level kewenangan tersebut berdampak pada timbulnya berbagai masalah terkait dengan implementasi kebijakan yang menyangkut penjaminan mutu (quality assurance). Supervisi pendidikan yang sekarang ini berlaku tidak lain adalah masalah kepengawasan dan akreditasi sekolah, yang menjadi faktor utama dalam penjaminan mutu pendidikan di suatu kabupaten/kota. Beragamnya kekuatan dan potensi kabupaten/kota cenderung menimbulkan ketimpangan antar kabupaten/kota. Sementara itu, kewenangan propinsi yang `dibatasi` cenderung mengakibatkan pelayanan pendidikan lintas kabupaten/kota menjadi kurang tertangani dengan baik.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh perwujudan kegiatan supervisi di kabupaten atau kota yang tertata rapi sehingga peningkatan program pendidikan di wilayah yang bersangkutan dapat terlaksana dengan baik.
Penelitian ini menggunakan model Research and Development ( Kaji Tindak ) untuk mengkaji dan mengembangkan model pengawasan pendidikan yang baik dari segi struktur , instrumen, dan teknis pelaksanaannya.
B. Masalah
Adapun masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Seberapa efektifkah struktur organisasi kepengawasan dalam mendukung kelancaran tugas kepengawan pendidikan?
2. Bagaimanakah gambaran kinerja pengawas dilapangan?
3. Bagaimanakah pola kepengawasan masa depan yang lebih efektif?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah tertuju pada diperolehnya wujud yang baik dan tertata dari unsur-unsur kegiatan kepengawasan, yang dimulai dari unsur perwujudan luar yang sifatnya statis, sampai dengan unsur-unsur dinamis yang bersifat memperlancar kegiatan supervi
D. METODE
• Metode penelitian menggunakan model Research and Development
• Subjek penelitian ialah para pengawas, kepala sekola, daan guru TK/SD/SMP/MI, SMP/MTS, dan SMA/MA, SMK, Dewan pendidikan, dan Lembaga Pengawas Internal ( LPI) Yogyakarta
• Tempat penelitian: Di kota Yogyakarta , provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
• Teknik pengambilan data: Purposive Sampling.
• Pengumpulan data: Menggunakan angket terbuka, didukung dengan wawancara melalui diskusi terbatas ( Focus Group Discussion) yang melibatkan pengawas, kepala sekolah, guru LPI, dan Dewan Pendidikan.
E. Hasil dan Kesimpulan
1. Struktur organisasi pengawasan sekolah dan pola pengawasan yang berjalan sampai saat ini belum dapat mengakomodasi kejelasan pembagian tugas diantara komponen-komponen pengawasm, yaitu pengawas sekolah, pengawas pendidikan agama islam , LPI, maupun dewan pendidikan.
2. Kinerja pengawas disekolah dapat dilihat dari enam komponen obyek pengawasan, yaitu komponen siswa, guru, kurikulum, sarana prasarana dan dana, manajemen sekolah, dan lingkungan/kultur sekolah. Dari keenam obyek tersebut , yang belum tergarap secara intensif adalah pengawasan terhadap komponen kultur sekolah.
3. Instrumen yang sering digunakan oleh pengawas dalam melaksanakan pengawasan terhadap keenam komponen obyek pengawasan tersebut adalah pedoman observasi, angket, kunjungan kelas/sekolah.
4. Pengawas yang akan datang diharapkan lebih professional, dimulai dari pola rekrutmen yang tepat, memiliki kemampuan manajerial yang kuat, kemampuan pengembangan kurikulum yang tinggi, dapat memberikan contoh pembelajaran, dan dapat memilih dan menggunakan instrumen pengawasan secara tepat.
Judul : Media Anak dan Persepsi Terhadap Bimbingan Media Orang Tua
Pengarang : Yohanes
Tahun : Juni 2008
Tema : Psikologi Perkembangan Anak
A. Latar Belakang
Belakangan ini, khususnya di Indonesia, siaran-siaran televisi berkembang begitu pesat. Sebagai media massa, tayangan televisi memungkinkan anak-anak untuk menonton berbagai acara termasuk acara-acara yang ditujukan untuk orang dewasa. Saat ini setiap stasiun televisi telah menyajikan acara-acara khusus untuk anak, walaupun jumlah acara khusus anak tersebut masih sangat minim.
Penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling dengan jenis accidental sampling, yaitu penentuan sampel berdasarkan kebetulan, siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel.
Dengan maraknya pengaruh negatif tayangan televisi yang banyak ditonton anak-anak, yang menyita begitu banyak waktu anak-anak dibandingkan dengan aktivitas-aktivitas di luar sekolah, dan juga pola bimbingan media yang dilakukan orangtua maka penulis ingin mensurvei persepsi anak tentang film kekerasan di televisi dan bimbingan media orangtua.
B. Masalah
Adapun masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah persepsi anak-anak terhadap tayangan kekerasan pada tayangan film anak-anak berbagai sekolah di Jakarta?
2. Bagaimanakah pola bimbingan orangtua dalam mengatur keterlibatan anak-anak dalam tayangan film anak-anak?
C. Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah tertuju:
Ingin menggambarkan bagaimana persepsi anak-anak dalam tayangan kekerasan pada program film ditelevisi dan bimbingan media orang tua.
D. METODE
• Teknik yang digunakan non-probability sampling dengan jenis accidental sampling,
• Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak-anak 4 SD
• Tempat penelitian: Sekolah Dasar daerah Jakarta
• Pengumpulan data menggunakan kuesioner
• Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan jenis survei
E. Hasil dan Kesimpulan
Dari hasil penelitian, anak-anak mempersepsi bahwa kekerasan dilakukan, untuk tujuan menyelamatkan dunia dan menaklukkan musuh. Selain itu, anak-anak mempersepsi bahwa senjata digunakan untuk menaklukkan musuh dan melindungi dunia. Anak-anak pun mempersepsi bahwa luka, tempat dan peristiwa yang ada dalam tayangan film yang ditonton, merupakan sesuatu yang tidak nyata, hanyalah fantasi belaka. Anak-anak juga memiliki persepsi bahwa tokoh-tokoh yang berada dalam tayangan film yang ditonton adalah fiksi, mereka menyadari bahwa tokoh-tokoh dalam tayangan film tersebut tidaklah nyata. Reward dan punishment berhak didapatkan oleh tokoh yang mengalami kemenangan maupun kekelahan. Menurut persepsi anak-anak, tokoh yang menang berhak mendapatkan reward, dan kalaupun mendapatkan berhak dalam kuantitas yang banyak atau besar. Begitu pula dengan tokoh yang mengalami kekalahan, harus memperoleh hukuman, dan jikalau memperoleh, harus mendapat hukuman yang banyak atau pun berat. Anak-anak mengetahui dan mengerti jika dalam pertarungan tokoh-tokoh di dalamnya dapat mengalami luka dan kematian, dan dari segi psikologis, tokoh-tokoh di dalamnya dapat menjadi takut dan tunduk kepada pihak yang menang. Dari segi humor, anak-anak mempersepsikan bahwa humor dalam tayangan film yang ditonton, ditandai dengan tampilan fisik yang jenaka, maupun karaterisasi perpetrator yang tertawa saat atau sebelum memukul, menendang, dan membunuh.
Judul : Pemetaan Penyebab Stres Pada Anak di Surabaya
Pengarang : DRA. I Gusti Ayu Agung Noviekayati, MSi., DRS. Suroso, MS.
Tahun : Agustus 2010
Tema : Psikologi Perkembangan Anak
A. Latar Belakang
Pelampiasan emosi anak pada saat tertekan dewasa ini cenderung mudah ditampilkan tanpa anak mengetahui konsekuensi dari perbuatannya yang dapat mengganggu perkembangan masa depan mereka. Perilaku ini merupakan manifestasi perilaku stres pada anak-anak dalam menghadapi kejadian dan permasalahan yang ada disekitarnya. Perilaku stress pada anak berasal dari berbagai sumber diantaranya lingkungan dalam keluarga dan lingkungan luar keluarga.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk membuat pemetaan penyebab stress pada anak. Pemetaan penyebab stress pada orang dewasa sudah dilakukan oleh Holmes and Rahe dalam Social Readjustment Rating Scale (Lazarus, 1976). Pada orang dewasa urutan stressor menurut rating ini adalah kematian pasangan hidup menempati urutan yang pertama, diikuti dengan perceraian dan kehidupan perkawinan yang terpisah sampai akhirnya kondisi yang berhubungan dengan hukum akibat kejahatan ringan.
Penelitian ini menggunakan variabel tunggal (variable tergantung) yaitu penyebab stress pada anak. Metode yang dipergunakan pada penelitian ini adalah metode survey.
B. Masalah
Adapun masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan yang cukup signifikan urutan indikator penyebab stress anak ditinjau dari lokasi sekolah
2. Apakah ada perbedaan yang sangat signifikan urutan indikator penyebab stress anak ditinjau dari kelas.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan penyebab stress pada anak. Banyak faktor yang menyebabkan anak-anak menjadi stress diantaranya adalah dari lingkungan dalam keluarga dan lingkungan luar keluarga. Stres pada anak dapat menurunkan kualitas hidup seorang anak dalam menyongsong masa depannya.
D. Metode
• Penelitian ini menggunakan variabel tunggal (variable tergantung)
• Metode yang dipergunakan pada penelitian ini adalah metode survey
• Subyek penelitian adalah anak yang duduk di kelas IV s/d VI Sekolah Dasar di Surabaya sejumlah 1450 siswa
• Tempat Penelitian: 8 Sekolah Dasar di Surabaya
• Analisis data yang digunakan untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah Anava-2
E. Hasil dan Kesimpulan
Hasil yang diperoleh dari ANAVA 2 Jalur menunjukkan:
1. Ada perbedaan yang cukup signifikan urutan indikator penyebab stress anak ditinjau dari lokasi sekolah
2. Ada perbedaan yang sangat signifikan urutan indikator penyebab stress anak ditinjau dari kelas. Hasil dari Uji-Z menunjukkan bahwa rata-rata siswa Sekolah Dasar yang menjadi subyek penelitian ini, baik secara keseluruhan maupun dilihat dari lokasi sekolah dan kelas mempunyai tingkat stress yang tergolong rendah. Berdasarkan hasil Statistik Deskriptif ditemukan ada 2 (dua) indikator utama sebagai stressor atau penyebab stress pada anak yaitu perceraian orang tua dan kehilangan orang yang disayangi.
Minggu, 25 September 2011
Selasa, 31 Mei 2011
Konflik
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Apa itu konflik konflik adalah interaksi antarapaling tidak dua individu atau kelompok yang memiliki tujuan berbeda. Konflik juga bisa diartikan sebagai suatu situasi di mana terjadi persaingan untuk memenuhi tujuan yang tidak
selaras dari kelompok-kelompok yang berbeda.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan- perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Dimana disini saya akan membahas mengenai konflik . dan konflik budaya secara khusus
2. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu mengenai :
• Apa itu konflik?
• Hubungan konflik dengan kekerasan
• Dampak negative dan positif
• Teori konflik
• Konflik budaya timur dan barat
• Macam-macam konflik
3. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari makalah ini untuk menguraikan, menggambarkan dan memberikan informasi , pengetahuan maupun wawasan bagi para pembaca yang kueang mengetahui tentang Konflik.
Disamping itu saya akan menguraikan mengenai factor penyebab konflik, dampak positif maupun negative mengenai konflik. Tidak hanya menguraikan mengenai factor penyebab, dampak, maupun teori lainnya mengenai konflik. Tetapi juga memberi pandangan mengenai konflik kebudayaan antara timur dan barat.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Apa itu konflik konflik adalah interaksi antarapaling tidak dua individu atau kelompok yang memiliki tujuan berbeda. Konflik juga bisa diartikan sebagai suatu situasi di mana terjadi persaingan untuk memenuhi tujuan yang tidak
selaras dari kelompok-kelompok yang berbeda.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan- perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Dimana disini saya akan membahas mengenai konflik . dan konflik budaya secara khusus
2. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu mengenai :
• Apa itu konflik?
• Hubungan konflik dengan kekerasan
• Dampak negative dan positif
• Teori konflik
• Konflik budaya timur dan barat
• Macam-macam konflik
3. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari makalah ini untuk menguraikan, menggambarkan dan memberikan informasi , pengetahuan maupun wawasan bagi para pembaca yang kueang mengetahui tentang Konflik.
Disamping itu saya akan menguraikan mengenai factor penyebab konflik, dampak positif maupun negative mengenai konflik. Tidak hanya menguraikan mengenai factor penyebab, dampak, maupun teori lainnya mengenai konflik. Tetapi juga memberi pandangan mengenai konflik kebudayaan antara timur dan barat.
Pengertian Konflik
BAB II
PENGERTIAN KONFLIK
1. ARTI KONFLIK
Pengertian konflik menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif.
Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
1.2. Pengertian Konflik menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
1.3 Pengertian Konflik menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan mengenai pengertian konflik ialah Apa itu konflik apa itu Konflik interaksi antarapaling tidak dua individu atau kelompok yang memiliki tujuan berbeda. Konflik juga bisa diartikan sebagai suatu situasi di mana terjadi persaingan untuk memenuhi tujuan yang tidak
selaras dari kelompok-kelompok yang berbeda.
2. KONFLIK DAN KEKERASAN
2.1 Konflik
Hubungan antara duapihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, atau yang merasa memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan.
2.2Kekerasan
Meliputi tindakan,perkataan, sikap,berbagai struktur atau sistem yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, sosial atau lingkungan, dan atau menghalangi seseorang untuk meraihpotensinya secara penuh.
- Konflik tidak sama dengan kekerasan dan merupakan dua hal yang berbeda
- Konflik adalah suatu Keniscayaan hidup dan tidak terhindarkan
- Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan
Penyelesaian konflik tanpa kekerasan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar atau semuapihak yang terlibat
2.3 Konflik berubah menjadi kekerasan jika:
1. Saluran ,dialog dan wadah untuk mengungkapkan perbedaan pendapat tidak memadai
2. Suara-suara ketidaksepakatan dan keluhan- keluhan yang terpendam tidak di dengar dan diatasi
3. Banyak ketidakstabilan, ketidakadilan dan ketakuan dalam masyarakat yang lebih tua
Tidak selamanya konflik bersifat negative, kadangkala konflik dibutuhkan dan perlu diintensifkan guna mengungkap konflik laten kepermukaan dan menjadinya terbuka, untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam rezim otoritarian, konflik menjadi dibutuhkan untuk memperbaiki sistem yang
ada. Bahkan dalamperspektif strukturalis, Konflik menjadipenting sebagai bentuk perjuangan kelas dalam meruntuhkan sistem yang menindas dan eksploitatif (kapitalisme)
Namun demikian konflik dan resolusi konflik yang dibahas dalam mata kuliah ini lebihpada konflik yang terbuka dan bersifat negatif serta destruktif kepada nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri.
PENGERTIAN KONFLIK
1. ARTI KONFLIK
Pengertian konflik menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif.
Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
1.2. Pengertian Konflik menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
1.3 Pengertian Konflik menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan mengenai pengertian konflik ialah Apa itu konflik apa itu Konflik interaksi antarapaling tidak dua individu atau kelompok yang memiliki tujuan berbeda. Konflik juga bisa diartikan sebagai suatu situasi di mana terjadi persaingan untuk memenuhi tujuan yang tidak
selaras dari kelompok-kelompok yang berbeda.
2. KONFLIK DAN KEKERASAN
2.1 Konflik
Hubungan antara duapihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, atau yang merasa memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan.
2.2Kekerasan
Meliputi tindakan,perkataan, sikap,berbagai struktur atau sistem yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, sosial atau lingkungan, dan atau menghalangi seseorang untuk meraihpotensinya secara penuh.
- Konflik tidak sama dengan kekerasan dan merupakan dua hal yang berbeda
- Konflik adalah suatu Keniscayaan hidup dan tidak terhindarkan
- Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan
Penyelesaian konflik tanpa kekerasan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar atau semuapihak yang terlibat
2.3 Konflik berubah menjadi kekerasan jika:
1. Saluran ,dialog dan wadah untuk mengungkapkan perbedaan pendapat tidak memadai
2. Suara-suara ketidaksepakatan dan keluhan- keluhan yang terpendam tidak di dengar dan diatasi
3. Banyak ketidakstabilan, ketidakadilan dan ketakuan dalam masyarakat yang lebih tua
Tidak selamanya konflik bersifat negative, kadangkala konflik dibutuhkan dan perlu diintensifkan guna mengungkap konflik laten kepermukaan dan menjadinya terbuka, untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam rezim otoritarian, konflik menjadi dibutuhkan untuk memperbaiki sistem yang
ada. Bahkan dalamperspektif strukturalis, Konflik menjadipenting sebagai bentuk perjuangan kelas dalam meruntuhkan sistem yang menindas dan eksploitatif (kapitalisme)
Namun demikian konflik dan resolusi konflik yang dibahas dalam mata kuliah ini lebihpada konflik yang terbuka dan bersifat negatif serta destruktif kepada nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri.
Kehadiran Konflik
BAB III
KEHADIRAN KONFLIK
1. DAMPAK DARI KONFLIK
Sejatinya dampak konflik yang terjad diantara seseorang dengan orang lainataupun dengan suatu kelompok lain memberikan dua dampak yakni bisa berdampak positif ataupun bisa berdampak negative.
Segi Positif
Mendorong untuk kembali mengkoreksi diri: Dengan adanya konflik yang terjadi, mungkin akan membuat kesempatan bagi salah satu ataupun kedua belah pihak untuk saling merenungi kembali, berpikir ulang tentang penyebab terjadinya perselisihan ataupun konflik diantara mereka.
Meningkatkan Prestasi: Dengan adanya konflik, bisa saja membuat orang yang termajinalkan oleh konflik menjadi merasa mempunyai kekuatan extra sendiri untuk membuktikan bahwa ia mampu dan sukses dan tidak pantas untuk ’’dihina’’.
Mengembangkan alternative yang baik: Bisa saja dengan adanya konflik yang terjadi diantara orang per orang, membuat seseorang berpikir dia harus mulai mencari alternative yang lebih baik dengan misalnya bekerja sama dengan orang lain mungkin.
Segi Negatif
Menghambat Kerjasama: Sejatinya konflik langsung atau tidak langsung akan berdampak buruk terhadap kerjasama yang sedang dijalin oleh kedua belah pihak ataupun kerjasama yang akan direncanakan diadakan antara kedua belah pihak.
Apriori: Selalu berapriori terhadap “lawan”. Terkadang kita tidak meneliti benar tidaknya permasalahan , jika melihat sumber dari persoalan adalah dari lawan konflik kita.
Saling Menjatuhkan : Ini salah satu akibat paling nyata dari konflik yang terjadi diantara sesame orang didalam suatu organisasi, akan selalu muncul tindakan ataupun upaya untuk saling menjatuhkan satu sama lain dan membuat kesan lawan masing-masing rendah dan penuh dengan masalah.
2. SEBAB – SEBAB KONFLIK
Teori utama mengenai sebab konflik, meliputi:
‡Teori Hubungan Masyarakat
‡Teori Negosiasi Prinsip
‡Teori Kebutuhan Manusia
‡Teori Identitas
‡Teori KesalahpahamanAntarbudaya
‡Teori Transformasi Konflik
2.1 Teori Hubungan Masyarakat:
- Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
- Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: Meningkatkan komunikasi dan salingpengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik. Mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.
2.2 Teori Negosiasi Prinsip:
- Menganggap bahwa konflik disebabkan olehposisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
- Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu,dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkankepentingan-kepentingan mereka daripadaposisi tertentu yang sudah tetap. Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
2.3 Teori Kebutuhan Manusia
- Berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia fisik, mental, dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas,pengakuan,partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan.
- Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. Agarpihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semuapihak
2.4 Teori Identitas:
- Berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
- Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: Melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik mereka diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka. Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhanidentitaspokok semuapihak.
2.5 Teori Kesalahpahaman Antar budaya:
- Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.
- Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak lain. Mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain. Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
2.6 Teori Transformasi Konflik:
- Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.
- Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi. Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihak-pihak yang mengalami konflik.Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan , perdamaian, pengampunan , rekonsiliasi dan pengakuan.
KEHADIRAN KONFLIK
1. DAMPAK DARI KONFLIK
Sejatinya dampak konflik yang terjad diantara seseorang dengan orang lainataupun dengan suatu kelompok lain memberikan dua dampak yakni bisa berdampak positif ataupun bisa berdampak negative.
Segi Positif
Mendorong untuk kembali mengkoreksi diri: Dengan adanya konflik yang terjadi, mungkin akan membuat kesempatan bagi salah satu ataupun kedua belah pihak untuk saling merenungi kembali, berpikir ulang tentang penyebab terjadinya perselisihan ataupun konflik diantara mereka.
Meningkatkan Prestasi: Dengan adanya konflik, bisa saja membuat orang yang termajinalkan oleh konflik menjadi merasa mempunyai kekuatan extra sendiri untuk membuktikan bahwa ia mampu dan sukses dan tidak pantas untuk ’’dihina’’.
Mengembangkan alternative yang baik: Bisa saja dengan adanya konflik yang terjadi diantara orang per orang, membuat seseorang berpikir dia harus mulai mencari alternative yang lebih baik dengan misalnya bekerja sama dengan orang lain mungkin.
Segi Negatif
Menghambat Kerjasama: Sejatinya konflik langsung atau tidak langsung akan berdampak buruk terhadap kerjasama yang sedang dijalin oleh kedua belah pihak ataupun kerjasama yang akan direncanakan diadakan antara kedua belah pihak.
Apriori: Selalu berapriori terhadap “lawan”. Terkadang kita tidak meneliti benar tidaknya permasalahan , jika melihat sumber dari persoalan adalah dari lawan konflik kita.
Saling Menjatuhkan : Ini salah satu akibat paling nyata dari konflik yang terjadi diantara sesame orang didalam suatu organisasi, akan selalu muncul tindakan ataupun upaya untuk saling menjatuhkan satu sama lain dan membuat kesan lawan masing-masing rendah dan penuh dengan masalah.
2. SEBAB – SEBAB KONFLIK
Teori utama mengenai sebab konflik, meliputi:
‡Teori Hubungan Masyarakat
‡Teori Negosiasi Prinsip
‡Teori Kebutuhan Manusia
‡Teori Identitas
‡Teori KesalahpahamanAntarbudaya
‡Teori Transformasi Konflik
2.1 Teori Hubungan Masyarakat:
- Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
- Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: Meningkatkan komunikasi dan salingpengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik. Mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.
2.2 Teori Negosiasi Prinsip:
- Menganggap bahwa konflik disebabkan olehposisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
- Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu,dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkankepentingan-kepentingan mereka daripadaposisi tertentu yang sudah tetap. Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
2.3 Teori Kebutuhan Manusia
- Berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia fisik, mental, dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas,pengakuan,partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan.
- Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. Agarpihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semuapihak
2.4 Teori Identitas:
- Berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
- Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: Melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik mereka diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka. Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhanidentitaspokok semuapihak.
2.5 Teori Kesalahpahaman Antar budaya:
- Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.
- Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak lain. Mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain. Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
2.6 Teori Transformasi Konflik:
- Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.
- Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi. Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihak-pihak yang mengalami konflik.Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan , perdamaian, pengampunan , rekonsiliasi dan pengakuan.
Konflik Kebudayaan Timur dan Barat
BAB IV
KONFLIK KEBUDAYAAN ANTARA TIMUR DAN BARAT
1. BUDAYA TRADISIONAL DAN MODERN
Dalam penulisan makalah ini saya akan menguraikan mengenai konflik kebudayaan antara timur dan barat. Perdebatan terhadap budaya tradisional dan moderen dalam pergumulan kebudayaan Barat dan Timur pada era yang disebut globalisasi tidak habis-habisnya hingga hari ini, bahkan tidak mungkian pernah selesai. Kebudayaan Barat kadang-kadang dipandang sebagai budaya haram yang menghancurkan nilai-nilai kebudayaan tradisional yang dianggap luhur.
Kebudayaan moderen yang menumbuhkan kebudayaan baru yang disebut budaya populer sepertinya telah mampu menembus celah-celah kehidupan berbudaya bangsa timur, termasuk kebudayaan Minangkabau.Untuk melakukan perlawan terhadap kebudayaan Barat tersebut, para kelompok antisisme budaya Barat sering mencanangkan kampanye terhadap pengaruh budaya barat terhadap perusakan moral anak bangsa. Kebudayaan Barat, dalam hal seni moderen (musik, tari, teater, filem, dsb) seakan-akan titik awal perosakan kebudayaan timur.
Kehadiran Budaya Modern
Hadirnya era informasi dan komunikasi global, kebudayaan tradisional sepertinya mendapat perlawanan yang ketat melawan dirinya sendiri untuk bertahan atau berkembang. Kesenian yang berkembang hari ini telah banyak mengalami pergeseran fungsi. Kebudayaan tradisional yang semula melekat dengan adat dan agama cendrung dikembangkan menjadi kebudayaan tontonan, dan bahkan sebagai propaganda. Ikatan-ikatan estetis antara elemen-elemen tradisional dengan kebudayaan baru menuju budaya populer yang moderen bagaikan peristiwa perlawanan budaya yang sulit diantisipasi.
1.2 Perilaku masyarakat sebagai akibat adanya perubahan sosial budaya baru
Adanya perubahan baru bisa mengubah adat, kebiasaan , cara pandang, bahkan ideologi suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya dapat mengarah pada hal-hal positif (Kemajuan) dan negatif (Kemunduran). Hal ini tentu saja mempengaruhi pola dan perilaku masyarakatnya.
Hal-hal positif atau bentuk kemajuan akibat adanya perubahan sosial budaya antara lain:
a) Memunculkan ide-ide budaya baru yang sesuai dengan perkembangan zaman
b) Membentuk pola pikir masyarakat yang lebih ilmiah dan rasional
c) Terciptanya penemuan-penemuan baru yang dapat membantu aktivitas manusia
d) Munculnya tatanan kehidupan masyarakat baru yang lebih modern dan ideal
Adapun hal-hal negatif atau bentuk kemunduran akibat adanya perubahan sosial budaya-budaya nasional antara lain:
a) Tergesernya bentuk-bentuk budaya nasional oleh budaya asing yang terkadang tidak sesuai dengan kaidah budaya-budaya nasional
b) Adanya beberapa kelompok masyarakat yang mengalami ketertinggalan kemajuan budaya dan kemajuan zaman, baik dari sisi pola pikir ataupun dari sisi pola kehidupannya
c) Munculnya bentuk-bentuk penyimpangan sosial baru yang makin kompleks
d) Lunturnya kaidah-kaidah atau norma budaya lama, misalnya lunturnya kesadaran bergotong-royong didalam kehidupan masyarakat kota.
Selain itu, akibat daripada perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang bermula dari Barat juga telah menembus sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia dalam mempermudah hubungan manusia dengan dunia luar. Manusia dapat menikamti berbagai peristiwa yang terjadi melalui media komunikasi dan informamsi yang berteknologi moderen yang disebut dunia maya, seperti televisi, internet, video-video melalui media player dan sebagainya.
KONFLIK KEBUDAYAAN ANTARA TIMUR DAN BARAT
1. BUDAYA TRADISIONAL DAN MODERN
Dalam penulisan makalah ini saya akan menguraikan mengenai konflik kebudayaan antara timur dan barat. Perdebatan terhadap budaya tradisional dan moderen dalam pergumulan kebudayaan Barat dan Timur pada era yang disebut globalisasi tidak habis-habisnya hingga hari ini, bahkan tidak mungkian pernah selesai. Kebudayaan Barat kadang-kadang dipandang sebagai budaya haram yang menghancurkan nilai-nilai kebudayaan tradisional yang dianggap luhur.
Kebudayaan moderen yang menumbuhkan kebudayaan baru yang disebut budaya populer sepertinya telah mampu menembus celah-celah kehidupan berbudaya bangsa timur, termasuk kebudayaan Minangkabau.Untuk melakukan perlawan terhadap kebudayaan Barat tersebut, para kelompok antisisme budaya Barat sering mencanangkan kampanye terhadap pengaruh budaya barat terhadap perusakan moral anak bangsa. Kebudayaan Barat, dalam hal seni moderen (musik, tari, teater, filem, dsb) seakan-akan titik awal perosakan kebudayaan timur.
Kehadiran Budaya Modern
Hadirnya era informasi dan komunikasi global, kebudayaan tradisional sepertinya mendapat perlawanan yang ketat melawan dirinya sendiri untuk bertahan atau berkembang. Kesenian yang berkembang hari ini telah banyak mengalami pergeseran fungsi. Kebudayaan tradisional yang semula melekat dengan adat dan agama cendrung dikembangkan menjadi kebudayaan tontonan, dan bahkan sebagai propaganda. Ikatan-ikatan estetis antara elemen-elemen tradisional dengan kebudayaan baru menuju budaya populer yang moderen bagaikan peristiwa perlawanan budaya yang sulit diantisipasi.
1.2 Perilaku masyarakat sebagai akibat adanya perubahan sosial budaya baru
Adanya perubahan baru bisa mengubah adat, kebiasaan , cara pandang, bahkan ideologi suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya dapat mengarah pada hal-hal positif (Kemajuan) dan negatif (Kemunduran). Hal ini tentu saja mempengaruhi pola dan perilaku masyarakatnya.
Hal-hal positif atau bentuk kemajuan akibat adanya perubahan sosial budaya antara lain:
a) Memunculkan ide-ide budaya baru yang sesuai dengan perkembangan zaman
b) Membentuk pola pikir masyarakat yang lebih ilmiah dan rasional
c) Terciptanya penemuan-penemuan baru yang dapat membantu aktivitas manusia
d) Munculnya tatanan kehidupan masyarakat baru yang lebih modern dan ideal
Adapun hal-hal negatif atau bentuk kemunduran akibat adanya perubahan sosial budaya-budaya nasional antara lain:
a) Tergesernya bentuk-bentuk budaya nasional oleh budaya asing yang terkadang tidak sesuai dengan kaidah budaya-budaya nasional
b) Adanya beberapa kelompok masyarakat yang mengalami ketertinggalan kemajuan budaya dan kemajuan zaman, baik dari sisi pola pikir ataupun dari sisi pola kehidupannya
c) Munculnya bentuk-bentuk penyimpangan sosial baru yang makin kompleks
d) Lunturnya kaidah-kaidah atau norma budaya lama, misalnya lunturnya kesadaran bergotong-royong didalam kehidupan masyarakat kota.
Selain itu, akibat daripada perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang bermula dari Barat juga telah menembus sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia dalam mempermudah hubungan manusia dengan dunia luar. Manusia dapat menikamti berbagai peristiwa yang terjadi melalui media komunikasi dan informamsi yang berteknologi moderen yang disebut dunia maya, seperti televisi, internet, video-video melalui media player dan sebagainya.
Budaya Minangkabau
2. BUDAYA MINANGKABAU
2.1 Kebudayaan Minangkabau
Merujuk kepada peristiwa budaya masa lampau yang disebut zaman kebudayaan sasaran dan surau di Minangkabau yang kehidupan masyarakatnya sangat didominasi oleh kebudayaan lokal. Teknologi informasi sebagaimana adanya hari ini belum lagi dikenal pada masa itu. Teknologi informasi masyarakat lebih banyak kepada tradisi lisan antara satu orang dengan orang lainnya, atau menggunakan simbol-simbol tertentu yang memberikan makna tertentu pula kepada masyarakat.
Kebudayaan yang berkembang di sasaran berupa kesenian dan adat istiadat telah mampu mengajak generasi mudanya kepada masyarakat yang beradat, tahu nan ampek. Manakala pendidikan surau dan kebudayaan yang bernuansa islami telah mampu mengantarkan anak bangsa Minangkabau menjadi orang nan sabana orang yang berbudi mulia, dan taat beragama. Artinya pendidikan sasaran dan surau telah mampu menghasilkan generasi yang berintelektual kebangsaan. Pendidikan sasaran dan pendidikan surau bagaikan aur dengan tebing, sandar menyandar keduanya dalam mengisi keperibadian generasi penerus bangsa.
2.2 Budaya Minangkabau luntur oleh Budaya Barat
Kenapa generasi sekarang sekarang sering mengagungkan masa lampau itu? Benarkah pendidikan Barat telah meluluhlantakkan budaya sasaran dan meruntuhkan surau, sebagaimana prediksi A.A Navis dalam robohnya surau kami?
Kedua pertanyaan di atas perlu dijawab oleh setiap masyarakat Minangkabau. Percaya atau tidak, kedua institusi tradisional tersebut (sasaran dan surau) dalam perkembangan kebudayaan moderen yang dipengaruhi budaya Barat telah mengalami suatu dilema kebudayaan yang sarat dengan pertentangan antar generasi (generasi tua dengan muda, pemerhati budaya tradisional dengan aliran modernisme). Dalam hal ini, peristiwa sejarah kebudayaan Minangkabau masa lampau dan sekarang adalah sesuatu yang selalu saja menarik diperbincangkan oleh ilmuan.
Ketika runtuhnya rezim Orde Baru, dan bergulirnya reformasi, ditindak lanjuti pula dengan otonomi daerah merupakan sesuatu yang menarik dalam perjalanan kebudayaan Indonesia, khususnya Minangkabau. Otonomi daerah membuka ruang kepada daerah-darah mengatur dirinya sendiri demi kemajuan daerah. Daerah disarankan untuk mebali kepada nilai-nilai lama yang masih relevan dengan perkembangan kebudayaan masa kini. Daerah dianjurkan pula untuk memikirkan bagaimana kesejahteraan rakyat meningkat, mengentaskan kemiskinan dan sebagainya.
Bagi masyarakat Sumatera Barat, yang lebih populer dengan etnik Minangkabau memanfaatkan fenomena demikian untuk membuka kembali lembaran sejarah lama yang dianggap berjaya melahirkan generasi bangsa yang intelektual. Masyarakatnya yang hidup dalam kelompok nagari-nagari bagaikan sebuah negara kecil yang mampu menghidupi diri sendiri untuk mencapai kesejahteraan dan mencerdaskan anak nagarinya.
Kebudayaan anak nagari hidup mekar sebagai media pendidikan dan hiburan masyarakat satu-satunya. Kesenian anak nagari adalah primadona tontonan yang ampuh dalam membawa generasi yang berbudaya. Pendidikan surau telah mempu membawa generasi muda yang bermoral dan berbudi mulia dengan landasan Al-quran dan sunnah rasul. Dalam hal ini memegang teguh falsafah adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.
Menyikapi fenomena masa lampau itu, bagi pemerintah daerah Sumatera Barat, otonomi daerah adalah ruang yang amat penting dipergunakan untuk kembali membuka tabir lama yang pernah cemerlang, istilah yang lebih populer adalah ”kembali ke nagari dan kembali ke surau” untuk membangkit batang tarandam, setelah puluhan tahun terbenam dalam konsep sentralistik.
2.3 Pertentangan Kebudayaan Barat dan Timur
Kembali kepada pertentangan kebudayaan Barat dan Timur, sebagian masyarakat seakan-akan memilih sikap alergi terhadap kebudayaan Barat yang merajalela membawa generasi muda ini kepada suatu pola kehidupan budaya moderen. Kecemerlangan masa lampau bagaikan tergilas habis oleh perang kebudayaan.
Konsep kebudayaan yang kuat membilas kebudayaan lemah. Kebudayaan barat tidak hanya masuk kepada kebuyaan lokal tradisional untuk menyesuaikan diri, melainkan mempengaruhi kebudayaan tempatan untuk berubah menuju budaya populer yang moderen.
Persoalan sekarang, mungkinkah kebudayaan Barat itu kita halangi masuk ke daerah-daerah yang notabene tradisional dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang marak dikampanyekan. Tentu amat sulit menjawabnya.
Kembali ke nagari dan kembali ke surau bukan berarti kita kembali mamatikan lampu listrik dan kembali kepada lampu promak, suluh daun kelapa pergi ke surau dan menonton pertunjukan kesenian anak nagari, dan sebagainya. Melainkan, mengambil roh kecemerlangan budaya masa lampau untuk mengantisipasi berkembangnya budaya barat yang moderen.
2.4 Sikap Dalam Mengatasi Budaya Barat
Menyikapi fenomena di atas, secara kontinyu kebudayaan daerah seharusnya dikembangkan untuk mempertahankan hak hidupnya dalam gejolak persentuhan budaya antara Barat dan Timur, antara tradisional dengan moderen. Perubahan bentuk dan fungsi suatu kebudayaan seharusnya mampu membawa nilai-nilai yang masih dianggap relevan bertahan atau dikembangkan.
Oleh karena itu, usaha untuk “mereaktualisasikan” kebudayaan tradisional untuk membuat aktif atau mengembangkan nilai-nilai hidup yang masih relevan dan hayati dengan kreatif sangat penting. Dalam percaturan kebudayaan Barat dan Timur, kebudayaan tradisional kalaupun tidak dapat dipertahankan sebagaimana adanya, paling tidak menutup kemungkinan dikembangkan sesuai dengan raso jo pareso dalam tatanan alur dan patut.
Artinya, antara kebudayaan Barat yang dianggap moderen dan Timur yang dianggap tradisional tidak perlu menjadi perbincangan atau dipertentangkan saja, akan tetapi perlu sikap kepiawaian dalam mempertahankan atau menggabungkan dalam bentuk peristiwa akulturasi kebudayaan. Bagaimanapun juga, proses perubahan kebudayaan akibat persentuhan kebudayaan akan tetap terjadi, baik disebabkan faktor internal maupun eksternal.
2.5 Tindakan dan Pelaksanaan Pemerintah Mengatasi Budaya Barat
Oleh karena itu, sikap pemerintah Sumatera Barat yang mencanangkan kembali ke nagari dan kembali ke surau adalah suatu ruang yang tepat untuk membangun kembali budaya lama yang masih relevan, dan dikembangkan dalam masyarakat menuju budaya moderen.
Kebudayaan dan kesenian bernuansa Islam yang semula berkembang di surau-surau sepatutnya dapat dikembangkan dengan membawa misi keagamaan. Kesenian anak nagari yang hidup dan berkembang di sasaran juga kembali bangkit dengan membawa misi adat istiadat Minangkabau.
Persoalan berikutnya adalah, sudah sejauh mana pelaksanaan otonomi daerah dalam konsep kembali ke nagari dan kembali ke surau relevan dilaksanakan hingga hari ini. Siapakah yang bertanggungjawab untuk menjawab probelema kebudayaan Minangkabau yang terebar di nagari-nagari.
Kemudian, sudah sejauh mana peranan dinas pariwisata seni dan budaya dalam menjawab tantangan kebudayaan. Pertanyaan berikutnya, sudah sejauh mana pula lembaga-lembaga kesenian melakukan kiprahnya dalam pembangunan seni budaya ranah bundo. Sudah pernahkah semuanya ini duduk seamparan membincangkan strategi pelestarian, pengembangan kebudayaan daerah menatap pergulatan budaya Barat yang moderen.
Semua pasti mengaharapkan pemerintah maupun badan lainnya yang ikut berperan dalam melestarikan maupun pengembangan budaya yang ada di indonesia dapat menjawab pertanyaan diatas dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan seluruh masyarakat. Walau budaya barat terus berkembang di indonesia.
2.1 Kebudayaan Minangkabau
Merujuk kepada peristiwa budaya masa lampau yang disebut zaman kebudayaan sasaran dan surau di Minangkabau yang kehidupan masyarakatnya sangat didominasi oleh kebudayaan lokal. Teknologi informasi sebagaimana adanya hari ini belum lagi dikenal pada masa itu. Teknologi informasi masyarakat lebih banyak kepada tradisi lisan antara satu orang dengan orang lainnya, atau menggunakan simbol-simbol tertentu yang memberikan makna tertentu pula kepada masyarakat.
Kebudayaan yang berkembang di sasaran berupa kesenian dan adat istiadat telah mampu mengajak generasi mudanya kepada masyarakat yang beradat, tahu nan ampek. Manakala pendidikan surau dan kebudayaan yang bernuansa islami telah mampu mengantarkan anak bangsa Minangkabau menjadi orang nan sabana orang yang berbudi mulia, dan taat beragama. Artinya pendidikan sasaran dan surau telah mampu menghasilkan generasi yang berintelektual kebangsaan. Pendidikan sasaran dan pendidikan surau bagaikan aur dengan tebing, sandar menyandar keduanya dalam mengisi keperibadian generasi penerus bangsa.
2.2 Budaya Minangkabau luntur oleh Budaya Barat
Kenapa generasi sekarang sekarang sering mengagungkan masa lampau itu? Benarkah pendidikan Barat telah meluluhlantakkan budaya sasaran dan meruntuhkan surau, sebagaimana prediksi A.A Navis dalam robohnya surau kami?
Kedua pertanyaan di atas perlu dijawab oleh setiap masyarakat Minangkabau. Percaya atau tidak, kedua institusi tradisional tersebut (sasaran dan surau) dalam perkembangan kebudayaan moderen yang dipengaruhi budaya Barat telah mengalami suatu dilema kebudayaan yang sarat dengan pertentangan antar generasi (generasi tua dengan muda, pemerhati budaya tradisional dengan aliran modernisme). Dalam hal ini, peristiwa sejarah kebudayaan Minangkabau masa lampau dan sekarang adalah sesuatu yang selalu saja menarik diperbincangkan oleh ilmuan.
Ketika runtuhnya rezim Orde Baru, dan bergulirnya reformasi, ditindak lanjuti pula dengan otonomi daerah merupakan sesuatu yang menarik dalam perjalanan kebudayaan Indonesia, khususnya Minangkabau. Otonomi daerah membuka ruang kepada daerah-darah mengatur dirinya sendiri demi kemajuan daerah. Daerah disarankan untuk mebali kepada nilai-nilai lama yang masih relevan dengan perkembangan kebudayaan masa kini. Daerah dianjurkan pula untuk memikirkan bagaimana kesejahteraan rakyat meningkat, mengentaskan kemiskinan dan sebagainya.
Bagi masyarakat Sumatera Barat, yang lebih populer dengan etnik Minangkabau memanfaatkan fenomena demikian untuk membuka kembali lembaran sejarah lama yang dianggap berjaya melahirkan generasi bangsa yang intelektual. Masyarakatnya yang hidup dalam kelompok nagari-nagari bagaikan sebuah negara kecil yang mampu menghidupi diri sendiri untuk mencapai kesejahteraan dan mencerdaskan anak nagarinya.
Kebudayaan anak nagari hidup mekar sebagai media pendidikan dan hiburan masyarakat satu-satunya. Kesenian anak nagari adalah primadona tontonan yang ampuh dalam membawa generasi yang berbudaya. Pendidikan surau telah mempu membawa generasi muda yang bermoral dan berbudi mulia dengan landasan Al-quran dan sunnah rasul. Dalam hal ini memegang teguh falsafah adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.
Menyikapi fenomena masa lampau itu, bagi pemerintah daerah Sumatera Barat, otonomi daerah adalah ruang yang amat penting dipergunakan untuk kembali membuka tabir lama yang pernah cemerlang, istilah yang lebih populer adalah ”kembali ke nagari dan kembali ke surau” untuk membangkit batang tarandam, setelah puluhan tahun terbenam dalam konsep sentralistik.
2.3 Pertentangan Kebudayaan Barat dan Timur
Kembali kepada pertentangan kebudayaan Barat dan Timur, sebagian masyarakat seakan-akan memilih sikap alergi terhadap kebudayaan Barat yang merajalela membawa generasi muda ini kepada suatu pola kehidupan budaya moderen. Kecemerlangan masa lampau bagaikan tergilas habis oleh perang kebudayaan.
Konsep kebudayaan yang kuat membilas kebudayaan lemah. Kebudayaan barat tidak hanya masuk kepada kebuyaan lokal tradisional untuk menyesuaikan diri, melainkan mempengaruhi kebudayaan tempatan untuk berubah menuju budaya populer yang moderen.
Persoalan sekarang, mungkinkah kebudayaan Barat itu kita halangi masuk ke daerah-daerah yang notabene tradisional dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang marak dikampanyekan. Tentu amat sulit menjawabnya.
Kembali ke nagari dan kembali ke surau bukan berarti kita kembali mamatikan lampu listrik dan kembali kepada lampu promak, suluh daun kelapa pergi ke surau dan menonton pertunjukan kesenian anak nagari, dan sebagainya. Melainkan, mengambil roh kecemerlangan budaya masa lampau untuk mengantisipasi berkembangnya budaya barat yang moderen.
2.4 Sikap Dalam Mengatasi Budaya Barat
Menyikapi fenomena di atas, secara kontinyu kebudayaan daerah seharusnya dikembangkan untuk mempertahankan hak hidupnya dalam gejolak persentuhan budaya antara Barat dan Timur, antara tradisional dengan moderen. Perubahan bentuk dan fungsi suatu kebudayaan seharusnya mampu membawa nilai-nilai yang masih dianggap relevan bertahan atau dikembangkan.
Oleh karena itu, usaha untuk “mereaktualisasikan” kebudayaan tradisional untuk membuat aktif atau mengembangkan nilai-nilai hidup yang masih relevan dan hayati dengan kreatif sangat penting. Dalam percaturan kebudayaan Barat dan Timur, kebudayaan tradisional kalaupun tidak dapat dipertahankan sebagaimana adanya, paling tidak menutup kemungkinan dikembangkan sesuai dengan raso jo pareso dalam tatanan alur dan patut.
Artinya, antara kebudayaan Barat yang dianggap moderen dan Timur yang dianggap tradisional tidak perlu menjadi perbincangan atau dipertentangkan saja, akan tetapi perlu sikap kepiawaian dalam mempertahankan atau menggabungkan dalam bentuk peristiwa akulturasi kebudayaan. Bagaimanapun juga, proses perubahan kebudayaan akibat persentuhan kebudayaan akan tetap terjadi, baik disebabkan faktor internal maupun eksternal.
2.5 Tindakan dan Pelaksanaan Pemerintah Mengatasi Budaya Barat
Oleh karena itu, sikap pemerintah Sumatera Barat yang mencanangkan kembali ke nagari dan kembali ke surau adalah suatu ruang yang tepat untuk membangun kembali budaya lama yang masih relevan, dan dikembangkan dalam masyarakat menuju budaya moderen.
Kebudayaan dan kesenian bernuansa Islam yang semula berkembang di surau-surau sepatutnya dapat dikembangkan dengan membawa misi keagamaan. Kesenian anak nagari yang hidup dan berkembang di sasaran juga kembali bangkit dengan membawa misi adat istiadat Minangkabau.
Persoalan berikutnya adalah, sudah sejauh mana pelaksanaan otonomi daerah dalam konsep kembali ke nagari dan kembali ke surau relevan dilaksanakan hingga hari ini. Siapakah yang bertanggungjawab untuk menjawab probelema kebudayaan Minangkabau yang terebar di nagari-nagari.
Kemudian, sudah sejauh mana peranan dinas pariwisata seni dan budaya dalam menjawab tantangan kebudayaan. Pertanyaan berikutnya, sudah sejauh mana pula lembaga-lembaga kesenian melakukan kiprahnya dalam pembangunan seni budaya ranah bundo. Sudah pernahkah semuanya ini duduk seamparan membincangkan strategi pelestarian, pengembangan kebudayaan daerah menatap pergulatan budaya Barat yang moderen.
Semua pasti mengaharapkan pemerintah maupun badan lainnya yang ikut berperan dalam melestarikan maupun pengembangan budaya yang ada di indonesia dapat menjawab pertanyaan diatas dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan seluruh masyarakat. Walau budaya barat terus berkembang di indonesia.
Jenis-Jenis Konflik
BAB V
MACAM-MACAM KONFLIK
1. JENIS-JENIS KONFLIK
1.1 Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
• konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
• konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
• konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
• konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
• konflik antar atau tidak antar agama
• konflik antar politik.
Tipologi Konflik
Dari segi aktor antara lain:
• Konflik antar negara (Inter-stateconflict)
• Konflik di dalam negara (Intra-stateconflict)
• Gabungan keduanya
Dari Segi Penggunaan Kekerasan antara lain:
• Konflik tanpa kekerasan atau konflik terpendam / Laten
• Konflik terbuka, kekerasan atau bersenjata
Konflik Primordial
Ras
Ras Konflik primordial yang dihubungkan dengan persoalan ras, suatu komunitas yang dipersatukan oleh kesamaan etno-biologisyang ditampilkan dalamciri-ciri fisik yang sama, seperti warna kulis, jenis rambut,bentuk wajah, dll.
- Konflik rasialcina 98
Etnis
Konflik primordial yang terkait dengan hubungan darah (etnis), yaitu suatu komunitas yang diikat oleh hubungan biologis/ darah (kekeluargaan atau kekerabatan) dimana setiap individu di dalamnya mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari suatu keluarga besar.
- Konflik Rwanda
Agama
Konflikprimordial yang terkait dengan hubungan agama.
- India: Hindu vs Muslim or Hindu vs Shikh
I - Indonesia : konflik ambon dan Poso
Adat Istiadat
Faktor adat istiadat dapat membuat suatu konflik menjadi dahsyat dan lebih rumit, meskipun konflik ini jarang terjadi. Konflik adat istiadat seringkali terjadi menyertai konflik etnis dan wilayah karenapihak-pihak yang terlibat didalamnya biasanya mempersoalkanperbedaan nilai,norma maupun kebiasaan.
Dalam masyarakat yang terdiri dari mayoritas dan minoritas, kaum mayoritas biasanya mendominasi norma dan nilai yang berlaku sehingga membuat kebiasaan kaum minoritas menjadi tersubordinasi.
Bahasa
Bahasa dapat juga berperan sebagai sumber konflik seperti yang terjadi di afrika dan asia selatan (india,pakistan dan srilangka). Pemaksaan bahasa kelompok etnis tertentu sebagai bahasa nasional biasanya menimbulkan ketidakpuasan dari kelompok etnis lain yang tidak jarang berkembang menjadi konflik kekerasan.
MACAM-MACAM KONFLIK
1. JENIS-JENIS KONFLIK
1.1 Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
• konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
• konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
• konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
• konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
• konflik antar atau tidak antar agama
• konflik antar politik.
Tipologi Konflik
Dari segi aktor antara lain:
• Konflik antar negara (Inter-stateconflict)
• Konflik di dalam negara (Intra-stateconflict)
• Gabungan keduanya
Dari Segi Penggunaan Kekerasan antara lain:
• Konflik tanpa kekerasan atau konflik terpendam / Laten
• Konflik terbuka, kekerasan atau bersenjata
Konflik Primordial
Ras
Ras Konflik primordial yang dihubungkan dengan persoalan ras, suatu komunitas yang dipersatukan oleh kesamaan etno-biologisyang ditampilkan dalamciri-ciri fisik yang sama, seperti warna kulis, jenis rambut,bentuk wajah, dll.
- Konflik rasialcina 98
Etnis
Konflik primordial yang terkait dengan hubungan darah (etnis), yaitu suatu komunitas yang diikat oleh hubungan biologis/ darah (kekeluargaan atau kekerabatan) dimana setiap individu di dalamnya mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari suatu keluarga besar.
- Konflik Rwanda
Agama
Konflikprimordial yang terkait dengan hubungan agama.
- India: Hindu vs Muslim or Hindu vs Shikh
I - Indonesia : konflik ambon dan Poso
Adat Istiadat
Faktor adat istiadat dapat membuat suatu konflik menjadi dahsyat dan lebih rumit, meskipun konflik ini jarang terjadi. Konflik adat istiadat seringkali terjadi menyertai konflik etnis dan wilayah karenapihak-pihak yang terlibat didalamnya biasanya mempersoalkanperbedaan nilai,norma maupun kebiasaan.
Dalam masyarakat yang terdiri dari mayoritas dan minoritas, kaum mayoritas biasanya mendominasi norma dan nilai yang berlaku sehingga membuat kebiasaan kaum minoritas menjadi tersubordinasi.
Bahasa
Bahasa dapat juga berperan sebagai sumber konflik seperti yang terjadi di afrika dan asia selatan (india,pakistan dan srilangka). Pemaksaan bahasa kelompok etnis tertentu sebagai bahasa nasional biasanya menimbulkan ketidakpuasan dari kelompok etnis lain yang tidak jarang berkembang menjadi konflik kekerasan.
Langganan:
Postingan (Atom)